Hamil atau Tidak Hamil Usia Muda: Pilihan Resiko (Kanker) Serviks atau Payudara?

Hamil atau Tidak Hamil Usia Muda: Pilihan Resiko (Kanker) Serviks atau Payudara?

Seorang kawan dokter pernah bertanya sesuatu yang menggelitik pikiran saya,”Bagaimana pendapat Pak Ahmad, dimana hamil muda adalah faktor resiko untuk mendapatkan kanker serviks, sedangkan hamil muda adalah faktor pelindung dari terkena kanker payudara. Sebaliknya, tidak pernah hamil akan melindungi dari terkena kanker serviks, tapi justru rentan untuk mendapatkan kanker payudara” Pertanyaan ini menggelitik, karena ada semacam dilema bagi para wanita dimana berada dalam posisi ‘serba salah”, apapun pilihannya, kehamilan usia muda seakan-akan menjadi faktor untuk memilih terkena kanker, entah payudara atau serviks. Wah!

Akibat pertanyaan ini, saya berinisiatif menggali lebih dalam dan menemukan beberapa fakta menarik tentang kedua kanker ini. Pertama, dari sisi insiden, yaitu jumlah pasien baru per 100 ribu penduduk per tahun. Di Indonesia, dan sebagian besar negeri berkembang di Asia lainnya, prevalensi kanker payudara dan kanker serviks menduduki peringkat papan atas insiden kanker pada wanita. Namun di negeri maju, seperti Jepang, Eropa dan Amerika, kanker serviks menduduki peringkat buncit, meski kanker payudara masih menjadi juara baik di Indonesia maupun Amerika. 

Kedua, dari sisi umur. Pasien kanker payudara umumnya berumur tua, dimana angka median berkisar sekitar 60 tahun. Sedangkan kanker serviks justru pada pasien lebih muda dengan median di umur 40 tahun. 

Ketiga, kanker serviks tidak pernah diwariskan/diturunkan, sedangkan pada kanker payudara, antara 10-15% kasus terjadi pada wanita yang memiliki sejarah keluarga.  

Untuk menerapkan program pencegahan yang efektif, mengingat dampak sosial dan finansial yang katastropik, kita perlu memahami mekanisme terjadinya kanker sebagai bagian dari rangkaian kisah akumulasi mutasi genetik dan perubahan epigenetik. Serviks dan Payudara adalah organ reproduksi wanita yang rentan untuk berubah menjadi kanker. 

Kanker Payudara disebabkan akibat mutasi faktor internal (Replication Errors), sedangkan Kanker Serviks disebabkan oleh mutasi akibat faktor eksternal seperti infeksi HPV

Secara umum sumber penyebab mutasi gen ada dua, sumber internal dan sumber eksternal. Khusus kanker serviks, kita mengetahui bahwa infeksi virus papiloma manusia (HPV) pada serviks adalah faktor eksternal yang dominan mendorong keganasan. Berbeda dengan payudara yang tidak dipengaruhi oleh infeksi HPV, akumulasi mutasi gen akibat faktor internal adalah faktor dominan, yaitu kesalahan replikasi DNA. 

Spesifisitas HPV sebagai penyebab kanker serviks terkait karena virus ini hanya bisa mengenali dan menginfeksi sel serviks, tapi tidak sel payudara. Jadi ada semacam proses perjodohan atau “matching” antara virus dengan sel inangnya. Kalau kita melihat struktur HPV kita melihat bahwa virus ini memiliki dua komponen, yaitu cangkang virus, dan DNA yang terselubungi oleh cangkang. 

Relenvasinya dengan terjadinya kanker serviks ada di konten DNA yang ada dibawa HPV, DNA tersebut menyandi dua protein virus yang berbahaya yaitu E6 dan E7. Apa makna Ë”dari E6 atau E7? Ë”ini adalah ëarly”yang artinya bahwa gen ini diekspresikan di waktu awal sejak infeksi terjadi. E6 dan E7 juga dikenal sebagai onkoprotein, atau protein yang mampu mentransformasi (merubah) sel normal menjadi sel kanker. 

Bagaimana ceritanya?

E6 menyandi onkoprotein yang mengikat dan menonaktifkan kinerja protein p53 (tumor supressor gene), yaitu protein manusia yang berfungsi menjaga integritas DNA manusia agar tetap normal dengan cara mengaktifkan sistem bunuh diri (apoptosis) ketika kerusakan DNA telah mencapai batas yang tidak bisa lagi ditoleransi. Dengan kata lain, p53 akan mengaktifkan apoptosis agar sel manusia yang telah termutasi DNA menjadi mati sehingga prosesi terjadinya kanker bisa dihentikan di tengah jalan. 

Sedangkan E7 menyandi onkoprotein yang mengikat dan menonaktifkan kinerja protein RB (disandi oleh gen Retinoblastoma, yang juga merupakan tumor suppressor gene). RB adalah penjaga siklus sel yang memastikan kondisi DNA dalam status sehat (tidak ada mutasi) sebelum siklus sel, atau siklus penggandaan sel dan DNA dimulai. Karena RB dihambat oleh E7, maka sel menjadi lebih leluasa untuk memulai siklus sel tanpa mempedulikan status atau integritas genom, apakah genom masih ada mutasi yang belum diperbaiki atau tidak. Kalau RB masih berfungsi, siklus sel tidak akan dimulai. Namun karena RB dihambat, sel akan tetap melanjutkan siklus sel dengan kondisi genom DNA yang babak belur dengan banyak mutasi. 

Maka bisa dibayangkan bahwa semakin muda seorang wanita melakukan hubungan seks untuk pertama kalinya (baik hubungan seks yang halal atau maksiat), maka disitulah terbuka lebar virus HPV ikutan masuk melalui mikrolesi sebagai akibat gesekan kulit antar kelamin. Semakin sering berhubungan seks (baik secara monogamus, maupun poligamus, apakah sah, siri atau maksiat) sehingga punya banyak anak, maka semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi HPV. 

Dan ketika HPV sudah masuk, ia akan meng-awal-inya dengan mengekspresikan Early HPV genes yaitu E6 dan E7, dan menonaktifkan dua tumor suppressor genes, yaitu gen p53 dan gen RB sekaligus! Tanpa adanya penjaga genom p53 dan RB, maka integritas genom semakin terkompromi, dan sebagai the last nails in the coffin yaitu sempurnanya kerusakan genom adalah ketika DNA HPV menyisip ke DNA manusia sehingga menjadi infeksi HPV yang persistensi. Dengan demikian proses menuju transformasi keganasan sudah tidak terbendung lagi, kecuali ketika bisa ditangkap melalui papsmear, liquid-based cytology dan/atau tes DNA HPV. 

Proses rusaknya DNA akibat infeksi HPV pada sel serviks ternyata berbeda pada rusaknya DNA pada sel epitel payudara. Pertama, HPV umumnya tidak mengenali sel epitel payudara sehingga jarang sekali ada laporan infeksi HPV pada epitel payudara secara alami. Kedua, rusaknya gen p53, BRCA, dan gen penekan tumor payudara melalui proses yang lama dimana lebih dipengaruhi oleh kesalahan replikasi DNA (replication errormitotic errors,atau pewarisan gen yang sudah termutasi pada kasus kanker herediter) dan pajanan Radical Oxygen Species(ROS) sebagai mutagen umum yang menyebabkan terjadinya mutasi DNA sebagai dampak terhindarkan dari metabolisme tubuh secara rutin. Maka bisa dipahami, mengapa angka median, yaitu angka dimana separuh penderita kanker payudara adalah usia 60 tahun, bandingkan dengan usia median penderita kanker serviks sekitar 49 tahun. 

Lalu bagaimana hamil pada usia muda, dan memiliki banyak anak justru memproteksi wanita dari kanker payudara?

 Semua manusia, termasuk wanita tentunya, setiap hari tentu mengalami mutasi gen akibat kesalahan replikasi genom dan juga paparan reactive oxygen species (radikal bebas). Sebagian besar mutasi yang terjadi bisa diperbaiki oleh system DNA Repair kita yang disandi oleh gen BRCA dan juga oleh gen penekan tumor p53 sebagai back up plan untuk mematikan sel ketika kerusakan DNA terlalu berat untuk diperbaiki dengan mengaktifkan proses apoptosis (kematian sel). Namun, meski sebagian besar ‘salah ketik’ atau mutasi DNA bisa diperbaiki, mungkin bisa jadi sebagian akan tetap lolos dari proses ‘kendali mutu’ atau proses “DNA checkpoint”. Sebagian DNA yang telah termutasi akan terus berakumulasi sesuai dengan perjalanan umur wanita. 

Terkait dengan proses kanker payudara, kita perlu berkenalan dengan sel punca payudara (mammary stem cell).Sama halnya dengan sel lainnya, sel punca payudara ini juga mengakumulasi mutasi sebagai bagian dari kehidupan. Sel punca ini berfungsi sebagai sel yang akan berdiferensiasi menjadi sel epitel produser susu, sebagai sumber nutrisi bayi. Ketika sel berdiferensiasi menjadi sel produser susu, maka sel tersebut tidak lagi berproliferasi atau memperbanyak dirinya, sel tersebut akan keluar dari siklus sel dan fokus untuk memproduksi ASI (air susu ibu). Sel akan semakin focus pada produksi susu, ketika sang ibu menyusui bayinya secara eksklusif selama 2 tahun. Dan ketika sang bayi disapih setelah dua tahun disusui, sel-sel epitel payudara produser susu akan serentak mengalami proses kematian, atau apoptosis, secara serempak. Payudara pun mengecil kembali..

Ketika seorang wanita memilih untuk hamil pada usia muda dibawah 20 tahun misalnya, jumlah mutasi DNA yang terjadi pada sel punca payudaranya tentu lebih sedikit dibandingkan seorang wanita yang sengaja menunda kehamilan pertamanya di usia 35 tahun. Di samping itu, kemungkinan terjadinya mutasi pada gen penekan tumor seperti p53, RB, dan BRCA juga tentu lebih kecil pada wanita muda dibandingkan dengan wanita yang lebih tua. Di dalam setiap sel tubuh kita ada sekitar 300,000 gen lebih dimana kemungkinan terjadinya mutasi pada gen penekan tumor secara spesifik oleh mutagen alami seperti proses replication erroratau pajanan radikal bebas tentu kecil. Kecuali, bagi seseorang seperti Angelina Jolie yang telah mewarisi mutasi gen BRCA dari ibunya. Maka wajar pasien kanker payudara yang memiliki sejarah keluarga dimana ia telah mewarisi mutasi gen penekan tumor dari orangtuanya akan mengalami kanker pada usia muda. 

Maka semakin muda seorang wanita memutuskan untuk hamil, maka kesempatan bagi sel punca payudara untuk mengakumulasi mutasi DNA juga semakin sempit. Apalagi ketika sel punca berdiferensiasi menjadi sel produser susu selama dua tahun menyusui, dan diikuti dengan bunuh diri massal akan semakin mempersempit kesempatan untuk perbanyakan jumlah sel yang termutasi.

Sebaliknya ketika seorang wanita menunda kehamilannya, maka ketika ia pertama kali hamil, sel punca payudaranya telah mengalami dan mengakumulasi banyak sekali mutasi yang menumpuk selama itu. Ketika tiba-tiba payudara membesar untuk bersiap menyambut bayi dengan memperbanyak sel produser susu, maka sel punca payudara yang telah mengakumulasi mutasi pun akan diperbanyak. Gawatnya, perbanyakan sel yang telah termutasi tersebut bisa menimbulkan masalah, karena akibat mutasi, sel tersebut akan mendapatkan sifat baru yang tidak dimiliki oleh sel normal. Misalnya, sel tersebut bisa jadi mengalami mutasi gen p53 yang akibatnya tidak lagi bisa mengalami kematian. Maka ketika tiba waktunya untuk berapoptosis, sel yang termutasi ini tidak peduli dan terus membelah diri, memperbanyak dirinya. 


Maka gaya hidup modern yang sengaja menunda kehamilan anak pertama hingga usia diatas 30 tahun memang menimbulkan tantangan pada pelayanan kesehatan public. Dalam seminar pencegahan kanker baru-baru ini, separuh responden wanita awam (N=40) tidak menyadari bahwa penundaan kehamilan adalah faktor resiko tercetusnya kanker payudara. Maka penting untuk melakukan edukasi terus menerus agar para wanita paham seberapa greget resiko yang mereka miliki terkait sejarah reproduksinya. 

Lalu bagaimana pilihannya, hamil di usia muda atau tidak?

Di era modern ini memang sulit bagi para wanita untuk segera hamil, mengingat sistem pendidikan dan profesi nampaknya belum bisa mengakomodasinya. Namun, seandainya harus memilih resiko terjadinya kanker, maka pilihan resiko kanker serviks masih lebih baik. Kenapa? Kanker serviks membutuhkan waktu antara 10-15 tahun sejak infeksi HPV ketika hubungan seks terjadi. Dalam kurun waktu itu, metode pencegahan dini seperti papsmear dan tes DNA HPV sudah bisa dilakukan secara rutin. Bahkan di negara maju, angka kejadian kanker serviks seperti di Amerika ada di peringkat 14. Ini bisa terjadi karena program skrining seperti papsmear berjalan dengan baik pada populasi wanita yang telah berhubungan seksual. Sedangkan bagi para gadis muda, program vaksinasi HPV juga sudah dilaksanakan sejak tahun 2006.

Di sisi lain, kanker payudara lebih sulit dicegah, kecuali bagi sebagian kecil wanita yang telah diketahui profil genetik pencetus kanker seperti mutasi gen BRCA sebagaimana yang dialami oleh Angelina Jolie. Kesulitannya adalah tidak ada penanda pralesi kanker payudara yang bisa terdeteksi sebagaimana pra lesi kanker serviks yang relatif mudah terdeteksi dengan papsmear atau deteksi HPV DNA sebagai penyebab utamanya dengan teknologi biologi molekuler seperti PCR. 








Komentar

Postingan Populer