Tes Biomarker Kanker dan Gunanya

Tes Biomarker dan Gunanya untuk Kanker

Kanker adalah penyakit genetik

Akumulasi mutasi genetik yang berlangsung lama bisa memicu timbulnya kanker. Maka tahap perubahan dari sel normal menjadi sel kanker, misalnya bisa dipantau dari perubahan atau mutasi yang terjadi. Demikian juga ragam mutasi genetik pada pasien dengan kanker yang sama juga bisa menimbulkan dampak yang berbeda, baik dari sisi tingkat keganasannya, maupun respon pasien terhadap obat anti kanker.

Apa itu biomarker?

Biomarker adalah senyawa atau molekul biologis (DNA, RNA, Protein) yang berasosiasi atau berhubungan erat dengan kondisi kesehatan tertentu seperti terjadinya penyakit kanker secara spesifik.

Apa gunanya?

Tes biomarker, seperti tes genetik molekuler berguna untuk menjawab pertanyaan berikut

Seberapa besar resiko terkena kanker?
Apakah ada kanker yang mulai tumbuh di dalam diri?
Jenis kanker apa yang diderita?
Seberapa ganas kanker yang diderita?
Apa pilihan obatnya?
Apakah bisa memantau hasil pengobatan?

Mari kita lihat satu persatu jawabannya.

Seberapa besar resiko terkena kanker?
Seseorang yang saat ini masih sehat mulai menyadari bahwa dirinya lahir di keluarga yang anggotanya banyak terkena kanker, terutama kanker payudara, kanker ovarium, kanker kolorektal, dan kanker endometrium (rahim). Empat macam kanker ini termasuk jenis kanker beresiko tinggi yang bisa diwariskan. Kedua, anggota keluarga tersebut terdiagnosa kanker di umur dibawah 50 tahun. Banyaknya anggota keluarga yang terkena kanker dan mengalami di saat usia muda, maka resiko terjadinya kanker pada keturunannya cukup tinggi, ketika dibandingkan dengan orang lain yang tidak memiliki sejarah kanker di keluarganya.

Demikian juga gaya hidup berhubungan seksual juga menaikkan resiko mengalami kanker serviks, akibat terinfeksi dengan HPV (human papilloma virus) dengan tipe resiko tinggi. Infeksi HPV ini tidak terkait dengan keturunan atau sejarah keluarga, namun pilihan hidup. Maka wanita yang aktif berhubungan seksual dan sudah berumur 30 tahun ke atas, sangat dianjurkan untuk rutin periksa keberadaan HPV terutama 15 jenis tipe HPV beresiko tinggi. Data HPV di Indonesia menunjukkan empat tipe HPV resiko tinggi yang perlu diwaspadai yaitu HPV16, HPV18, HPV45, dan HPV52.

Contoh

Misalnya, persentase terjadinya kanker pada kelompok wanita yang mewarisi mutasi gen BRCA1 atau BRCA2 sebesar 70% ketika mereka mencapai umur 70 tahun. Sebaliknya persentase wanita dalam usia yang sama (70 tahun) yang tidak memiliki mutasi gen BRCA1 dan tidak memiliki sejarah keluarga adalah sebesar 10%. Maka bagi wanita pembawa mutasi gen BRCA mengalami resiko 7 kali lipat dibanding wanita yang gen BRCA nya masih normal.

Di sisi lain, wanita yang tidak memiliki mutasi gen BRCA tapi memiliki sejarah keluarga, kemungkinan ia terkena kanker sekitar 2-4 kali lipat dibanding wanita yang tidak memiliki sejarah kanker. Variasi resiko ini memang juga dipengaruhi oleh sejarah reproduksi seperti kapan mengalami menstruasi pertama, jumlah kehamilan, dan riwayat menyusui.

Jenis Tes:
  • Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2
  • Mutasi gen MLH1 MSH2 (Lynch Syndrome)
  • Microsatellite Instability
  • HPV (Human Papilloma Virus) genotip resiko tinggi
Apakah ada kanker yang mulai tumbuh di dalam diri?
Pertanyaan ini dilontarkan oleh seseorang yang tidak memiliki gejala kanker tapi ingin tahu apakah sudah ada kanker yang timbul ditubuhnya.
Saat ini tes genetik molekuler belum banyak yang terbukti akurat untuk mendeteksi adanya kanker yang tumbuh, kecuali tes kadar PSA bagi pria di atas 50 tahun untuk mendeteksi adanya kemungkinan kanker prostat. Namun penelitian masih sangat intensif untuk menemukan penanda genetik dan protein untuk mendeteksi kanker yang lebih umum seperti kanker payudara, kanker paru, dan kanker usus besar.

Meskipun demikian, ada beberapa tes non-molekuler yang terbukti bisa mendeteksi adanya kanker, yaitu:
  • Deteksi kanker serviks
    • Papsmear (konvensional)
    • Liquid based Cytology (Papsmear generasi canggih)
  • Deteksi kanker payudara
    • USG
    • Mamografi
  • Deteksi kanker usus, kolon, rektal
    • Kolonoskopi
    • Endoskopi
Memang tidak semua tes dalam tatalaksana kanker adalah tes molekuler namun kemajuan bioteknologi akan membuat tes molekuler menjadi tes penunjang keakuratan diagnosis kanker.
Jenis kanker apa yang diderita?
Tidak semua benjolan adalah kanker dan tidak semua kanker payudara harus selalu di payudara. Misalnya, kanker yang ditemukan di tulang, memiliki dua kemungkinan yaitu kanker tulang, atau kanker payudara yang berpindah (metastasis) ke tulang. Pemeriksaan molekuler baik penanda genetik maupun protein bisa membantu dokter untuk mengklasifikasi secara akurat tipe kanker yang pasien alami. Klasifikasi ini penting untuk menentukan strategi pengobatan selanjutnya.

Misalnya, pemeriksaan tes panel IHK (imunohistokimia) ER, PR, HER2 pada kanker payudara penting untuk melakukan klasifikasi subtipe kanker payudara. Pasien kanker payudara dengan subtipe luminal (ER dan PR positif) maka ia akan diterapi dengan obat anti hormon. Namun, apabila hasil sebaliknya maka ia akan diterapi dengan kemoterapi.

Jenis Tes:

  • Panel IHK ER, PR, HER2 (kanker payudara)
  • BCR-ABL (kanker darah tipe chronic myeloid leukemia)
  • Mutasi gen JAK2 (Myeloproliferative Neoplasm)
  • Mutasi gen C-KIT, PDGFR (gastro-stromal intestinal tumor)
  • Panel IHK p40, p63, TTF1 (kanker paru)
Seberapa ganas kanker yang diderita?
Setelah diagnosa kanker dan subtipenya telah ditegakkan, maka pertanyaan berikutnya, seberapa agresif subtipe kankernya. Kanker payudara adalah contoh bagus untuk menggambarkan bahwa subtipe kanker payudara memiliki tingkat agresifitas (prognosis) yang berbeda. Kanker payudara yang memiliki prognosis terbaik adalah kanker payudara dengan subtipe Luminal dimana hasil IHK adalah ER (estrogen receptor) dan PR (progesterone receptor) nya positif. Di sisi lain, prognosis terburuk adalah hasil IHK triple negatif atau IHK dengan hasil negatif disemua penanda ER, PR, dan HER2.

Khusus bagi pasien kanker payudara dengan stadium I dan II, dimana mayoritas sel kanker masih terlokalisir di area payudara saja, maka dengan tes panel ekpresi 70 gen (atau Mammaprint), hasilnya bisa membantu pasien apakah mereka perlu menjalani kemoterapi paska bedah. Mammaprint adalah tes yang menguji aktifitas ekspresi 70 gen sekaligus dan mengklasifikasikan pasien ke dalam dua kelompok yaitu pasien resiko tinggi dan pasien resiko rendah.

Pasien dengan ekspresi 70-gen resiko tinggi berarti ia sangat dianjurkan untuk melakukan kemoterapi paska bedah karena di dalam massa kanker nya ditemukan beberapa gen yang berfungsi untuk bergerak atau migrasi ke organ lain sudah banyak teraktivasi atau ter-ekpresi dalam jumlah tinggi. Sebaliknya pasien dengan hasil tes 70-gen resiko rendah, maka ia tidak harus menjalani kemoterapi paska bedah, mengingat gen yang ia miliki tidak aktif.

Mammaprint telah diuji secara klinis oleh dua penelitian prospektif penting yaitu studi RASTER (melibatkan 500 pasien) dan studi MINDACT yang melibatkan 6,000 pasien. Kedua studi ini adalah studi prospektif dimana pasien diikuti selama 5 dan 10 tahun dan dikorelasikan hasil mammaprint dan hasil klinisnya. Dari hasil tersebut nampak bahwa pasien dengan hasil Mammprint resiko rendah, penambahan kemoterapi memberikan persentase 99% bebas metastasis dalam lima tahun, sementara tanpa kemoterapi ternyata juga memberikan 93% bebas metastasis.

Namun penggunaan kemoterapi ternyata memang sangat berguna pada pasien Mammaprint dengan resiko tinggi dimana penambahan kemoterapi memberikan persentase 88% bebas metastasis dalam lima tahun, sedangkan tanpa kemoterapi persentasi bebas metastasis menurun hingga 76%. Itu sebabnya tes Mammaprint juga dikenal sebagai uji atau tes prognosis kanker payudara yang bisa diandalkan.


Tentu saja, prognosis buruk artinya selalu jelek, karena 'buruk' disini adalah ketika dibandingkan antar subtipe kanker payudara. Bagi seorang pasien dan keluarganya, tentu baik dan buruk adalah bagaimana kita tetap semangat dalam menjalani strategi perawatan yang dokter anjurkan dan berprasangka baik dengan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Azza wa Jall.

Jenis tes:

Mutasi gen BRAF (kanker usus besar, kolon, rektal)
Microsatellite Instability (kanker usus besar, kolon, rektal)
Panel ekspresi 70 Gen Mammaprint (kanker payudara)
Panel ER, PR, HER2 (kanker payudara)
Metilasi gen MGMT (tumor otak)
Mutasi gen IDH1/2 (tumor otak)




Apa pilihan obatnya?
Dalam perkembangannya, pengobatan kanker tidak mutlak ditentukan oleh kemampuan finansial. Namun keragaman genetik juga menentukan respon kanker terhadap obat anti kanker. Pengembangan obat terapi target melahirkan konsep personalized medicine atau precision medicine, dimana pengobatan memerlukan tes molekuler genetik untuk mencocokkan obat dengan targetnya.

Seperti kanker paru dimana  30-40% pasien Asia mengalami mutasi gen EGFR. Kisaran mutasi ini penting karena hanya kelompok pasien dengan mutasi EGFR positif saja yang bisa diterapi target. Sisanya yang tidak mengalami mutasi akan diterapi dengan kemoterapi. Deteksi mutasi ini penting karena efektifitas obat terapi target akan sia-sia pada pasien yang tidak mengalami mutasi gen ini.

Demikian juga pada pasien kanker kolorektal, pengobatan dengan terapi target bisa menghabiskan biaya ratusan juta, atau senilai minimal mobil Avanza. Namun, terapi target bukan untuk pasien yang mampu bayar saja (baik ditanggung sendiri ataupun dibayar asuransi). Terapi target dengan obat cetuximab perlu menseleksi pasien kanker kolorektal berdasarkan status mutasi gen K-RAS dan N-RASnya. Pasien yang telah mengalami mutasi di kedua gen tersebut tidak boleh diberikan obat cetuximab, karena mutasi tersebut membuat kanker kebal terhadap cetuximab. Bayangkan biaya yang sangat mahal, namun tidak mendapatkan manfaat sama sekali.

Jenis Tes:
  • Mutasi gen RAS (KRAS dan NRAS) kanker kolorektal 
    • Cetuximab (antibodi monoklonal anti EGFR)
  • Mutasi gen EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor) kanker paru
    • Erlotinib (generasi pertama terapi target EGFR Tyrosine Kinase Inhibitor)
    • Gefitinib (generasi pertama terapi target EGFR Tyrosine Kinase Inhibitor)
    • Afatinib (generasi kedua terapi target EGFR Tyrosine Kinase Inhibitor)
    • Osimertinib (generasi ketiga terapi target EGFR Tyrosine Kinase Inhibitor)
  • Microsatellite Instability (kanker kolorektal, kanker endometrium, kanker urotelial)
    • Pembrolizumab (antibodi monoklonal imunoterapi)
  • IHK PD-L1 (kanker paru, kanker kolorektal)
    • Pembrolizumab (antibodi monoklonal imunoterapi)
  • IHK HER2, CISH HER2
    • Trastuzumab
  • BCR-ABL (kanker leukemia)
    • Imatinib mesylate (Glivec)
Apakah bisa memantau hasil pengobatan?
Paska terapi kanker, ada beberapa hal yang perlu dilakukan seperti pemantauan. Mayoritas kanker padat seperti kanker payudara dan kanker usus besar akan menimbulkan masalah paska bedah yaitu timbulnya metastasis di organ yang berbeda dari tempat asalnya. Untuk itu perlu beberapa tes yang dilakukan untuk mengantisipasi hal tersebut.


    Jenis tes:
    • Quantitatif ekspresi BCR ABL
      • Tes ini berguna untuk menentukan apakah pasien CML yang telah menjalani terapi target BCR ABL masih memiliki respon yang baik terhadap obat Imatinib mesylate
    • Liquid biopsy EGFR T790M
      • Pasien kanker paru yang tengah menjalani terapi target dengan tyrosine kinase inibitor generasi 1 dan 2 perlu dimonitor terkait resistensi. Apabila mutasi T790M ditemukan di plasma darah, maka pasien akan diganti obatnya dengan TKI generasi ke 3. 


    Komentar

    Postingan Populer