Tantangan Diagnostik Kanker Membangun Purwarupa

Membangun Purwarupa Diagnostik Kanker



Alhamdulillah tim Stem Cell and Cancer Institute (SCI) Kalbe Farma​ yang dipimpin Najmiatul Masykura​ (Mia) berhasil mempublikasikan studi tentang pembuatan purwarupa (prototip) alat kesehatan untuk mendiagnosa Myeloproliferative Neoplasm (MPN). Dengan menggunakan teknologi PCR reversed dot blot hybridization (PCR RDB), Mia dibantu Ummu Habibah​ (saat itu mahasiswa S2 Master program bioteknologi IPB) dan Siti Fatimah Selasih​ (saat itu mahasiswa UI mengerjakan skripsi S1) mendesain dan menguji teknologi ini untuk dua tujuan. Pertama, menguji keakuratan RDB untuk memilah kasus MPN, yaitu penegakan diagnosa Chronic Myeloid Leukemia (CML) yang mayoritas membawa mutasi translokasi gen BCR-ABL, dari kasus MPN yang tidak membawa BCR ABL (atau BCR ABL negatif) yang bisa terkelompok dalam penyakit essential thrombocythemia (ET), polycythemia vera (PV) atau myelofibrosis (MF) yang umumnya membawa mutasi gen JAK2. Kedua, teknik RDB diteliti untuk menjajaki penggunannya dalam mendeteksi estimasi atau semi pengukuran kadar mutasi BCR ABL pada pasien CML yang sedang menjalani terapi Glivec.


Terkait diagnosa CML, studi deskripsi sebelumnya (KalGen Laboratory, Jakarta) menunjukkan bahwa  sekitar 3,4% pasien dengan BCR ABL positif (total N=403) membawa mutasi BCR ABL tipe minor dan micro. Sedangkan mayoritas sisanya (97%) membawa mutasi BCR ABL mayor. Teknik RDB ini bisa membedakan subtipe mayor dan subtipe minor. Ini penting dilakukan untuk mengetahui subtipe karena terkait dengan upaya pemantauan terapi. Pasien dengan BCR ABL positif akan diterapi target dengan imatinib mesylate (Glivec). Dalam kurun waktu setahun pertama terapi Glivec adalah tahun penting untuk memonitor apakah terapi berhasil dengan mengukur kadar BCR ABL. Menurut saran clinical guideline, pengukuran kadar BCR ABL dilakukan setiap 3 bulan dalam tahun pertama tersebut.

Sayangnya, biaya pengukuran yang dilakukan dengan teknik Real Time PCR masih mahal sehingga pemantauan (karena kendala biaya) harus menunggu setahun kemudian. Teknik RDB yang dikembangkan ini lebih murah sehingga bisa membantu klinisi memantau pergerakan kadar BCR ABL lebih sering (per kuartal atau 3 bulan). Teknik RDB ini sederhana visualisasi nya karena cukup dipantau dengan mata saja. Artinya, ketika kadar BCR ABL tidak turun-turun dalam 3-6 bulan pertama, klinisi bisa melakukan investigasi lebih lanjut apakah pasiennya memang tidak rutin mengkonsumsi obat atau memang ada tanda2 resistensi obat.

Disamping bisa membantu penegakan diagnosa, pemantauan terapi, penggunaan RDB juga menemukan empat pasien yang mengalami mutasi BCR ABL dan JAK2 secara bersamaan. Hal ini jarang sekali terjadi mengingat, fenotip mutasi gen BCR ABL dan JAK2 berbeda sekali dari jenis penyakitnya. Namun faktanya telah ditemukan pasien yang membawa mutasi secara bersamaan tentu memerlukan studi klinis lebih lanjut, yang bisa mempengaruhi efektifitas terapi.

Dari sisi biaya, teknik PCR RDB ini tentu lebih murah dari realtime PCR dalam diagnosa MPN dan pemantauan terapi pada tahun pertama, sehingga cocok dilakukan di laboratorium di negara berkembang dengan akses real time PCR yang terbatas. Akan tetapi, teknik PCR RDB memiliki kelemahan dimana dia tidak mampu menghitung kadar BCR ABL hingga 5 digit di belakang nol. Ambang batas deteksi RDB berkisar di angka 0,1%. Untuk penegakan diagnosa pasien baru, ambang batas ini masih diterima, namun untuk pemantauan terapi Glivec dalam kurun waktu yang lama, timbul harapan untuk bisa mendeteksi dibawah 0,0001%. Kenapa? konsumsi terapi Glivec saat ini harus diminum setiap hari. Ketika konsumsi ini 'lupa' dilakukan, maka kadar BCR ABL bisa kembali melonjak. Konsumsi setiap hari ini tentu menyulitkan bagi sebagian pasien yang harus mendanai secara pribadi mengingat biaya glivec per tabletnya tidak murah. Maka saat ini sedang berlangsung studi jangka panjang untuk memantau kadar BCR ABL dengan real time PCR. Ada harapan, pasien yang kadar BCR ABL nya kurang dari 0.0001% selama 5 tahun berturut-turut bisa mempertimbangkan untuk berhenti mengkonsumsi Glivec (yang dilansir dari hasil uji klinis STIM1). Pengukuran kadar sesentif itu tentu masih memerlukan real time PCR.

Referensi:

Masykura, N et al. Feasibility of Qualitative Testing of BCR-ABL and JAK2 V617F in Suspected Myeloproliperative Neoplasm (MPN) using RT-PCR1 Reversed Dot Blot Hybridization (RT-PCR RDB2).Clinical Lymphoma, Myeloma and Leukemia

Laneuville, Pierre. “When to Stop Tyrosine Kinase Inhibitors for the Treatment of Chronic Myeloid Leukemia”  Current treatment options in oncology vol. 19,3 15. 8 Mar. 2018, doi:10.1007/s11864-018-0532-2

http://www.hematology.org/Thehematologist/Diffusion/7261.aspx


Komentar

Postingan Populer