Vaksin Menyebabkan Kanker (Hoax?)

Vaksin menyebabkan Kanker (Hoax)

Saya sebenarnya berusaha keras untuk tidak turut mempopulerkan 'gerakan antivaksin' dengan mengulasnya dalam blog ini. Namun ketika saya mendapatkan video seminar antivaks di whatsapp grup pengajian alumni SMA, saya merasa tersentuh untuk meluruskan. Bukannya apa-apa, gara-garanya sang presenter dalam video tersebut menyebut bahwa vaksin bisa menimbulkan kanker! Pembicara Marcella Piper-Terry dalam video itu melakukan presentasi dengan gestur otoritatif lengkap dengan bahasan ilmiah dan studi literatur.
Marcella Piper presenter antivaks

Pertama, sudah banyak blog berbahasa Indonesia yang (berupaya) mencerahkan masyarakat mengenai fakta sebenarnya vaksinasi. Berikut rekomendasi saya:

1. Tulisan Pak Genenetto yang menunjukkan pentingnya berpikir kritis terkait isu antivaksin, memilah fakta dari fiksi.

2. Koleksi tulisan di situs stopantivaks.blogspot.com dimana salah satu artikelnya  membedah nalar tokoh gerakan antivaksin dalam misrepresentasi laporan jurnal ilmiah.

Contoh misrepresentasi data yang dilakukan oleh para penggiat antivaksin nampak di gambar di bawah. Ini adalah data angka kematian akibat penyakit measles dalam periode sebelum dan sesudah kampanye vaksinasi.

Data tingkat kematian akibat penyakit infeksi (Dipteri, Pertusis/Batuk Rejan, Measles/Campak) di Amerika sejak tahun 1900-1970. Tanda panah menunjukkan titik waktu kapan vaksin mulai diberikan. 

Grafik di atas menunjukkan bahwa pemberian vaksinasi Dipteria (tahun 1920), Pertusis (tahun 1940-an) dan Measles (tahun 1960) tidak memberikan dampak penyelamatan dari kematian akibat penyakit infeksi tersebut. Data ini yang selalu dikutip oleh gerakan antivaksin untuk menunjukkan bahwa vaksinasi adalah sekedar akal-akalan industri pembuat vaksin karena toh tingkat kematian sebenarnya sudah menunjukkan trend penurunan sehingga pemberian vaksin tidak memberikan kontribusi apa-apa. Bahkan pada kasus measles, tingkat kematian sebelum era kampanye vaksin sudah sedikit sekali.

Benarkah?

Dalam perspektif kesehatan masyarakat, tingkat kematian bukan satu-satunya tolok ukur untuk menimbang beban kesehatan akibat derita penyakit. Benar, bahwa kondisi kesehatan lingkungan dan sanitasi abad ke-20 sudah sedemikian baik dibanding abad sebelumnya sehingga ekspektasi hidup membaik. Namun, di samping kematian (mortalitas), kita juga harus menyadari morbiditas (dampak terhadap kualitas hidup ketika menderita penyakit). Kita ketahui bahwa para penyintas penyakit Measles, misalnya, meskipun hidup tapi ada yang harus mengalami encephalitis dan kebutaan (meski jarang di negara maju, kebutaan adalah komplikasi yang umum di negara berkembang), suatu beban yang tidak main-main.

Maka ukuran yang dipakai untuk menilai efektifitas vaksin adalah dengan mengukur insiden (angka kejadian kasus baru) di masa sebelum dan sesudah diberikannya vaksinasi massal.

Grafik insiden (angka kejadian) Measles dalam periode sebelum dan sesudah vaksinasi (ditandai dengan anak panah) dari tahun 1900an hingga 1999 di Amerika. 

Grafik di atas menunjukkan penurunan yang tajam angka kejadian kasus Measles ketika dibandingkan angka sebelum  dan sesudah diberikannya vaksinasi massal (1968 adalah tahun diberikannya vaksin virus hidup hingga sekarang. Vaksin virus mati memang tidak efektif sehingga tidak dipakai lagi).


Kedua, kembali ke pokok bahasan tentang tautan video, saya tidak akan mengulas semua poin tetapi beberapa hal saja yang menyangkut klaim gerakan antivaks bahwa cemaran DNA dalam vaksin "terindikasi" atau 'berpotensi besar' menyebabkan kanker.

Berikut klaim gerakan antivaks yang akan saya bahas:

a. Cemaran DNA janin hasil aborsi ditemukan di dalam vaksin, dan produksi vaksin memerlukan jaringan bayi hasil aborsi terus menerus
b. Adanya korelasi epidemiologis dimana penurunan angka cakupan vaksinasi diikuti dengan penurunan kejadian autisme (akibat paparan DNA janin yang ke dalam sel anak-anak akibat vaksinasi)
c. Bukti eksperimen bahwa kadar DNA di dalam vaksin bisa diserap oleh sel manusia (terutama anak-anak) dan menyebabkan kanker dan/atau autisme (yang menvalidasi temuan epidemiologi di atas)
d. Laporan ilmiah yang dipublikasi di Lancet tahun 1985 yang menunjukkan proteksi terhadap terjadinya penyakit seperti kanker dan penyakit autoimmune di usia dewasa di diri para siswa sekolah yang pernah mengidap penyakit measles


a. Cemaran DNA janin hasil aborsi ditemukan di dalam vaksin, dan produksi vaksin memerlukan pasokan jaringan bayi hasil aborsi terus menerus

Video yang merekam presentasi Madam Piper memulai dengan pernyataan "You cannot be Pro-Life if you were ProVaccine" Di Amerika istilah ProLife adalah mewakili kubu masyarakat Amerika yang cenderung berhaluan Kristen konservatif untuk memperjuangkan dilarangnya aborsi secara mutlak. Gerakan Pro-Life ini sebagai respon terhadap gerakan liberal Amerika yang menamakan dirinya Pro-Choice, yang salah satu agendanya menyatakan bahwa wanita memiliki keputusan yang absolut dan independen terhadap perilaku apa saja yang ia mau lakukan terhadap organ reproduksinya sendiri, termasuk hak untuk aborsi.

Lalu apa hubungannya gerakan antivaksin dengan aborsi?

Image result for plastic dish cell culture
Cawan plastik untuk menumbuhkan lini sel (cell line)
Salah satu media untuk membiakkan virus dengan skala produksi adalah dengan menggunakan sel manusia, karena di alam, virus penyebab penyakit ini memang berkembang di dalam sel manusia. Sejak tahun 1960, ilmu biologi mulai menguasai cara menumbuhkan sel manusia (dan juga sel mammalia lain) sehingga bisa menjadi model eksperimen in vitro untuk meneliti mekanisme penyakit misalnya. Biasanya sel yang telah diambil dari habitat aslinya, misalnya sel yang kita isolasi dari lapisan rongga mulut atau sel darah putih tidak bertahan lama di lingkungan artifisial (dalam wadah semacam cawan plastik disimpan didalam inkubator). Namun dengan metode kultur sel, sebagian sel mamalia dan juga sel manusia berhasil dikembangbiakan hingga mencapai status "imortal" (tetap hidup berkembang biak selama diberikan asupan nutrisi, udara, dan suhu yang memadai dan nyaman).

Dalam produksi vaksin memang tidak banyak lini sel (atau cell lines dalam bahasa inggris) yang dipakai. Dua jenis lini sel manusia yang dipakai adalah WI38 dan MRC5. Kultur dua lini sel ini sudah dibuktikan aman sebagai media produksi vaksin dalam skala industri. Keamanan ini penting karena produk vaksin yang dihasilkan dari kultur sel ini tidak boleh menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Dokumen USFDA United States Food Drug Administration (Badan Keamanan Obat dan Kesehatan Amerika Serikat) yang menyatakan keamanan dua lini sel ini bisa diunduh disini.   Berikut kutipan dari dokumen FDA tersebut:

You should measure the amount and size distribution of residual DNA in your final product. For widely used human diploid cell strains, such as MRC-5 and WI-38 cells, measurement of residual DNA might be unnecessary because we do not consider residual DNA from these human diploid cells to be a safety issue
"Terjemahan: Anda harus menghitung jumlah dan sebaran sisa DNA yang masih terdeteksi di dalam produk final. Sementara itu, lini sel diploid manusia yang jamak digunakan seperti MRC-5 dan WI38, penghitungan sisa DNA tidak diperlukan karena kami tidak mengkuatirkan sisa DNA dari dua lini sel tersebut memiliki dampak keamanan."

A description of the tumorigenic property of cells is required for all diploid and non-diploid cells, including continuous cell lines (21 CFR 610.18(c)(1)(ii)). Because previous experience has consistently demonstrated the non-tumorigenic phenotype of the well-characterized diploid cell strains MRC-5, WI-38, and FRhL-2 (if they are not genetically or phenotypically modified), further tumorigenicity testing of banks consisting of these cell strains is not considered necessary to satisfy this requirement (please also see Section III.C.4).

Dokumen FDA ini jelas menyatakan bahwa kedua lini sel ini (WI38 dan MRC5) yang digunakan untuk membiakkan virus dalam pembuatan vaksin, memiliki konstitusi kromosom diploid yang stabil. Artinya, tidak ada indikasi adanya ketidakstabilan genom yang berimplikasi kepada sifat kanker (sebagaimana yang dinyatakan dalam dokumen FDA di atas). Kedua lini sel ini juga sudah di injeksikan ke mencit khusus, dan tidak menimbulkan pertumbuhan tumor. Perlu diketahui bahwa lini sel dianggap memiliki sifat tumorigenik (kanker) apabila ia mampu tumbuh sebagai tumor ketika ditanam di mencit tadi.
Gambar A pojok kanan adalah dua mencit yang ditanam dengan lini sel WI38. Tikus bagian atas tidak terjadi tumor ketika WI38 ditanam dibawah kulitnya. Namun Tikus bagian bawah mengalami tumor karena WI38 telah direkayasa genetiknya dengan penambahan 3 gen penyebab kanker (onkogen). Artinya lini sel WI38 memang normal sehingga tidak mampu tumbuh sebagai tumor, kecuali kalau WI38 dirubah genomnya (dengan rekayasa genetik penambahan 3 onkogen) maka tumor pun tumbuh (lihat tikus WI38 bagian bawah). Sumber Seger et al 2002 

Image result for wi38 cell culture fibroblast
Penampakan morfologi lini sel normal manusia WI38 dipindai dengan mikroskop cahaya 
Dari mana persisnya dua lini sel ini berasal?

Benar, dua lini sel ini dulu awalnya dibiakkan dari jaringan fetus hasil aborsi di tahun 1960an. Namun, jangan berfantasi bahwa lini sel ini memiliki rupa seperti bagian tubuh bayi. Yang ditumbuhkan adalah selnya saja, bukan jaringan bayi. Dan, disini ada permainan emosi pemirsa ketika presenter menggambarkan seakan adanya serpihan potongan tubuh bayi yang digunakan untuk memproduksi vaksin. Lebih jauh lagi, presenter memberikan informasi bahwa bayi hasil aborsi masih diperlukan untuk memasok kebutuhan industri produser vaksin. Itu tidak benar, Dokumen FDA jelas menunjukkan bahwa penggunaan lini sel atau sel untuk memproduksi vaksin memilki standar ketat. Maka produser vaksin akan mengambil resiko untuk menggunakan sel selain lini sel yang sudah dikarakterisasi lengkap fitur keamanannya seperti WI38 dan MRC5. Lebih jauh lagi, lini sel yang dipakai untuk produksi vaksin, awalnya tidak dikembangkan untuk produksi vaksin. Mereka dikembangkan sebagai alat penelitian untuk mempelajari fungsi biologi sel secara in vitro (dalam cawan).
Image result for mrc5 cell culture fibroblast
Penampakan rupa (morfologi) lini sel normal manusia MRC-5 dpindai dengan mikroskop cahaya
Di samping itu lini sel normal (maksud "normal" disini adalah bukan berasal dari jaringan tumor dan/atau tidak tumbuh menjadi tumor ketika ditanam di mencit) juga memberi kontribusi dalam upaya peneliti mencari atau menapis obat baru anti kanker. Sel lini normal menjadi alat penelitian untuk mengukur toksisitas (efek racun) obat baru terhadap sel normal. Jangan sampai obat yang ditemukan justru menimbulkan efek samping yang berbahaya terhadap jaringan normal.

Ketika ilmu vaksin berkembang, maka dua lini sel tersebut dipilih sebagai bioreator produser virus karena sudah diketahui dua lini sel tersebut tidak mampu tumbuh sebagai tumor (mengingat DNA genomnya masih stabil sehingga aman), kecuali apabila ada penambahan onkogen secara sengaja yang membuat genomnya menjadi tidak stabil. Jadi tidak benar bahwa produksi vaksin saat ini memerlukan pasokan rutin jaringan bayi yang diaborsi. Produksi vaksin dilakukan dengan menggunakan lini sel normal seperti WI38 dan MRC5. Meskipun dua lini sel ini berasal dari jaringan aborsi, mereka telah ditelaah tingkat keamanannya.

Tindakan aborsi sendiri dari sisi agama memang memiliki keragaman pendapat. Islam juga memiliki kriteria kapan aborsi boleh dilakukan, jadi tidak melarangnya secara mutlak. Lebih jauh lagi, Islam juga memperhatikan aspek perlindungan terhadap jiwa yang menjadi salah satu alasan diperbolehkannya aborsi apabila kriteria yang ditunjuk oleh syariat Islam itu sendiri juga dipenuhi.

Lalu bagaimana pemanfaatan dari sisa janin yang telah diaborsi? Apakah WI38 dan MRC5 menjadi haram digunakan?

Pertanyaan ini penting, dan mungkin kita bisa menarik pelajaran dari praktek bedah mayat yang kini merupakan praktek standar kedokteran modern untuk dua hal:
- Studi forensik untuk menetapkan kondisi yang menghantarkan kematian seperti dalam kasus pidana pembunuhan
- Pembelajaran calon dokter untuk memahami anatomi tubuh dan mengenali patologi/penyakit manusia

Hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا

Memecahkan tulang mayat hukumnya seperti memecahkan tulangnya ketika ia masih hidup. [HR Abu Dawud, no. 3209. Hadits ini dinyatakan shahîh oleh Albani dalam kitabnya, Irwâul Ghalîl, 3/213]

Dari hadist di atas nampak bahwa mayat tetap harus dihormati. Bahkan Rasulullah saaw dengan tegas pernah melarang pasukannya untuk memutilasi mayat musuh Islam. Lalu bagaimana dengan bedah mayat dimana pemotongan tulang tidak bisa dihindari?

Di sini ulama kita menyikapinya dengan memperhatikan aspek berikut:

• Bahwa syariat Islam datang dengan tujuan membawa maslahat serta memaksimalkannya; dan menolak mafsadat serta meminimalkannya.

• Bedah mayat untuk belajar medis ini ada maslahat yang besar, seperti yang sudah diketahui terkait dengan kemajuan dalam ilmu medis.

• Belum adanya hewan yang bisa menggantikan jasad manusia guna memenuhi kebutuhan pembelajaran ini.

Maka, apa yang kita pelajari tentang kanker, apa itu normal, bagaimana mutasi menyebabkan kanker, dihasilkan dari banyak studi mempelajari lini sel tersebut. Bahkan perlu diketahui bahwa, lini sel dari janin hasil aborsi tidak diniatkan untuk membuat vaksin. Lini sel tersebut dikembangkan untuk studi biologi sel.

Bagaimana aborsi dilihat dari agama lain?

Keuskupan Katolik termasuk yang ketat terkait pelarangan aborsi. Namun keuskupan sendiri sudah mengeluarkan pernyataan bahwa aborsi tetap tidak boleh dilakukan, namun dalam aspek vaksin yang memberikan perlindungan terhadap kesehatan anak maka penggunaan lini sel dari bayi aborsi bisa dibolehkan. Untuk lengkapnya bisa dicermati dari laman bioetika dari sudut pandang Katolik.


b. Adanya korelasi epidemiologis dimana penurunan angka cakupan vaksinasi diikuti dengan penurunan kejadian autisme (akibat paparan DNA janin yang ke dalam sel anak-anak akibat vaksinasi)


Berikutnya, salah satu penggiat anti vaksin melakukan penelitian bahwa di dalam vial vaksin mereka menemukan cemaran "DNA" yang menurut mereka berasal dari lini sel itu sendiri. Hasil dari temuan itu mereka publikasikan di sini.

Kenapa cemaran "DNA lini sel" dalam kandungan vaksin mereka soroti?

Penting kita telaah artikel penelitian yang mereka terbitkan. Artikel ini memulai dengan studi epidemiologi yang mengkorelasikan insiden terjadinya "wabah" autisme dengan masa pelaksanaan vaksinasi masal. Berikut grafik yang mereka tampilkan dimana ada dua aspek.

How bad it this graph? Let me count the ways...
 Grafik korelasi adanya kaitan antara cakupan vaksinasi dan kejadian autisme (garis merah dan garis biru hampir sempurna menyatu (sumber ada di sini). Namun perhatikan sumbu Y di sisi kanan dimana persentase vaksinasi tidak dimulai dari angka 0%
Yaitu aspek tingkat kejadian autis dan aspek cakupan vaksinasi di tiga wilayah di dunia. Dengan grafik ini mereka ingin mengatakan bahwa ada korelasi yang kuat antara pemberian vaksinasi dengan terjadinya autism. Ketika ada penurunan cakupan vaksinasi dalam periode tertentu, di dalam periode yang sama terjadi juga penurunan angka kejadian autisme. Demikian pula, ketika cakupan vaksinasi meningkat, maka terlihat wabah autis pun meningkat. Sekilas data ini mendukung dugaan sebagian orang tua yang menyalahkan vaksinasi sebagai penyebab terjadinya autis. Namun coba perhatikan nilai aksis pada sumbu Y di sisi kanan. Ternyata nilai sumbu Y tidak berawal dari 0% tapi dimulai dari 80%. Representasi grafik ini tidak fair, karena skala nya menjadi tidak seimbang. Ketika sumbu Y di kiri dimulai dari 0, maka di sumbu kanan pun juga harus dimulai dari sumbu 0. Maka sekarang perhatikan ke grafik dengan data yang sama di gambar ulang dengan mengkoreksi sumbu Y secara benar. Maka nampak bahwa penurunan terjadinya autisme antara periode tahun sekian hingga sekian dan diikuti oleh periode berikutnya tidak tergantung secara signifkan dengan cakupan vaksinasi!

See how different the data look if you present them properly?
Grafik dari data yang sama dari publikasi artikel yang sama, namun sumbu Y di sisi kanan dimulai dari 0% (yang seharusnya). Nampak tidak ada lagi penyatuan garis biru dan garis merah. Cakupan vaksinasi tidak ada korelasi dengan kejadian autism.

Dari data ini saja sudah bisa diduga arah tujuan penggiat antivaks. Mereka berupaya memanipulasi data agar sesuai dengan misi atau tujuan gerakan mereka, yaitu menolak secara absolut upaya vaksinasi masyarakat. Mereka berusaha keras menjelaskan (berdasarkan grafik yang keliru) bahwa ada kandungan zat atau konten di dalam vaksin yang menyebabkan kejadian autis. Mereka lalu melakukan penelitian untuk mendeteksi zat apa di dalam vial vaksin. Setelah melakukan uji analisa DNA, mereka menemukan adanya konsentrasi DNA yang "tinggi" di dalam vaksin.

Dalam blog antivaks "thinkingmomsrevolution" pun memprovokasi pembacanya,bahwa "DNA bayi" adalah salah satu bahan baku dalam resep pembuatan vaksin, dan DNA bayi tersebut akan tercampur dengan DNA anak2 yang divaksin, menimbulkan berbagai ragam penyakit. Propaganda keliru seperti ini terang menyesatkan.

Dalam proses produksi vaksin, tujuan utamanya adalah memproduksi virus yang sudah dilemahkan, dengan menggunakan lini sel yang sudah terbukti aman,  dan melakukan proses purifikasi untuk memurnikan virus tersebut. Proses pemurnian tersebut penting untuk memastikan bahwa apa yang akan digunakan sebagai vaksin adalah virus bukan zat lain yang bisa menimbulkan efek berbahaya. Meskipun konten "cemaran" DNA yang mereka temukan belum diulang oleh laborat lain secara independen, mereka berupaya menunjukkan bukti visual dengan teknik elektroforesis. Dari gambar yang ada terkesan ada jejak asam nukleat, namun apakah asam nukleat tersebut DNA atau RNA, atau hanya sekedar artifaktual eksperimen juga masih menjadi pertanyaan.

c. Bukti eksperimen bahwa kadar DNA di dalam vaksin bisa diserap oleh sel manusia (terutama anak-anak) dan menyebabkan kanker dan/atau autisme (yang menvalidasi temuan epidemiologi di atas)

Namun anggaplah --for argument sake-- ada "cemaran" DNA 'bayi manusia' di dalam vaksin tersebut, pertanyannya, "apakah DNA tersebut berbahaya?" Memang kebetulan, lini sel yang memproduksi vaksin dulu dikembangkan dari janin. Namun sebagaimana sudah dijamin oleh FDA (dan oleh berbagai eksperimen independen oleh banyak laboratorium, penggunaan lini sel tersebut sebagai media untuk produksi vaksin adalah aman.)


Di sini penggiat antivaks mulai berspekulasi. Mereka ingin  buktikan bahwa struktur atau tepatnya fragmen DNA yang mereka temukan (berukuran sekitar 300an pasang basa) bisa masuk ke dalam sel manusia untuk mensimulasi mekanisme terjadinya autis akibat cemaran DNA tersebut. Mereka mengambil DNA dengan struktur khusus dengan panjang yang mirip dengan konsentrasi tinggi lalu ditambahkan ke dalam kultur sel manusia. Ingat konsentrasi DNA yang mereka gunakan dalam eksprimen ini jauh lebih tinggi dari konsentrasi yang mereka klaim mereka temukan di dalam vaksin. Lalu mereka buktikan setelah DNA mereka inkubasi dengan sel manusia, ternyata DNA bisa masuk ke dalam inti sel.

DNA bisa memasuki sel sebenarnya bukan hal baru. Kita peneliti tahu bahwa DNA memang bisa diserap oleh sel, dan jumlah yang diserap itu tergantung teknik yang digunakan. Prosedur penyerapan atau transfeksi DNA dari eksternal memang prosedur rutin yang para ilmuwan biologi molekuler lakukan untuk meneliti mekanisme kerja gen di dalam sel hidup. Namun proses transfeksi DNA tidak mudah, sangat tidak efisien, dan perlu perlakuan khusus terhadap DNA agar bisa diserap secara lebih baik oleh sel. Dalam eksperimen yang dilakukan penggiat antivaks, mereka menginkubasi DNA saja secara masif dalam konsentrasi tinggi dan menggunakan teknik yang sensitif untuk mendeteksinya. Ya tidak heran, kalau sebagian kecil DNA bisa saja terserap dalam 'dosis' yang sama sekali tidak menyamai kondisi vaksinasi yang sebenarnya!

Lalu apa konsekuensi dari serapan DNA oleh sel manusia?

Di sini mereka mulai berspekulasi lagi bahwa cemaran DNA yang berasal dari "bayi manusia" akan melakukan proses rekombinasi dengan DNA dari anak-anak yang divaksinasi. Proses rekombinasi DNA ini --mereka duga-- akan menimbulkan perubahan sekuen DNA dan menyandi produk gen asing yang akan memicu autoimmunity dan/atau autis.

Spekulasi ini memang luar biasa. Kenyataannya, vaksinasi dilakukan dengan menginjeksi di otot bahu. Kalaupun ada cemaran DNA yang masuk ke sel, ia mungkin akan diserap oleh sel otot, padahal untuk menimbulkan penyakit degeneratif atau autis, DNA harus --somehow-- berjalan  mencapai pusat saraf utama (organ utama terdampak Autis). Dan dalam perjalanan yang sangat jauh tersebut, DNA harus menghindari berbagai enzim yang ada di dalam pembuluh darah yang akan dengan mudah mendegradasinya, karena DNA yang berada di luar inti sel sangat rentan untuk dihancurkan oleh enzim yang ada di tubuh kita. Kedua, lini sel yang digunakan sudah dibuktikan tidak bisa tumbuh menjadi tumor, artinya DNA yang dimiliki oleh lini sel tersebut tidak memiliki variasi genetik yang bisa menyandi onkogen. Jadi kalaupun ada 'cemaran DNA', cemaran tersebut adalah cemaran normal. Ketiga, kalaupun terjadi proses rekombinasi DNA, 'cemaran DNA' juga adalah DNA manusia normal , sehingga normal dengan normal hasilnya tentu normal.

Keempat, di dalam video, sang presenter lalu secara tidak fair mengutip presentasi yang dilakukan oleh staf senior FDA Dr Keith Peden terkait dengan potensi cemaran DNA dalam vaksin. Mereka berusaha mengatakan bahwa FDA sendiri sudah 'mempertanyakan' tentang isu cemaran DNA dan jumlah atau konsentrasi cemaran DNA yang mereka temukan lebih tinggi dari ambang batas yang FDA perbolehkan.

Penggiat antivaks mengutip presentasi Dr Peden (FDA) secara tidak benar dan tidak fair karena diluar konteks dari materi yang Dr Peden sampaikan. 


Lalu kenapa saya katakan mereka tidak fair?

Pertama, FDA dalam dokumennya memberikan tuntunan kepada para produser vaksin tentang standar keamanan. Salah satunya adalah ambang batas cemaran DNA di dalam produksi vaksin. Terkait dengan penggunaan lini sel 'bayi' seperti MRC-5 dan WI38, FDA sudah menyatakan bahwa lini sel yang sudah jamak digunakan sudah dicek keamanannya dan bisa digunakan. Hanya saja apabila ada lini sel baru, ia tidak bisa serta merta digunakan namun harus diuji terlebih dahulu.

Kedua, materi presentasi staf FDA Dr Keith Peden (Badan BPOM nya Amerika Serikat) yang disampaikan di tahun 2005 sebenarnya dalam konteks penggunan lini sel kanker sebagai potensi bioreaktor alternatif. FDA menyadari bahwa koleksi lini sel normal itu sendiri masih kurang untuk mampu memproduksi vaksin dengan skala yang lebih besar terutama untuk mengantisipasi kejadian wabah luar biasa (pandemik). Maka sempat dipikirkan untuk menggunakan lini sel kanker yang jauh lebih banyak koleksinya. Akan tetapi penggunaan lini sel kanker untuk memproduksi vaksin akan memiliki resiko (meski unlikely) dimana akan ada 'cemaran DNA lini sel kanker' dimana DNA sel kanker memang sudah jamak diketahui sudah mengalami berbagai mutasi yang menyandi sifat onkogenik. Dr Peden dengan tim FDA pun menjelaskannya dalam publikasi manuskripnya di tahun 2009 secara rinci, apa yang FDA sarankan apabila lini sel kanker memang harus digunakan untuk produksi vaksin virus. Ini adalah konteksnya (ditulis oleh Dr Peden dan tim):

"The variety of cell substrates that have been used for the manufacture of viral vaccines licensed in the United States is limited to primary cells of avian or monkey origin, to the diploid cell lines (formerly termed diploid cell strains [1]) WI-38, MRC5, and FRhL-2, and to one continuous cell line, the VERO line (derived from African green monkey kidney cells) [2]. While these cell substrates have produced vaccines of proven safety and efficacy, it is increasingly apparent that this repertoire is insufficient for the production of the next generation of viral vaccines, such as those against HIV/AIDS, against emerging infectious diseases (e.g., SARS), and against agents of bioterrorism. In addition, the potential of a pandemic influenza outbreak caused by influenza viruses"
Lebih jauh lagi, nampaknya peneliti antivaks tidak tahu atau tidak menyadari bahwa lini sel yang digunakan sebagai alat produksi vaksin sebenarnya sudah diteliti dan diuji dengan sangat mendalam terkait resiko meimbulkan kanker. Ada beberapa studi diantaranya adalah:
  • Studi fusion WI38 (lini sel normal) dan HeLa (lini sel kanker serviks) menghasilkan sel hibrid yang gagal membentuk tumor di mencit (Stanbridge and Wilkinson 1978)
  • Studi transfeksi atau memasukkan DNA dari WI38 dan MRC5 ke ini sel  HeLa menghambat pertumbuhan sel HeLa (Padmanabhan et al 1987)
Teknik uji yang dilakukan adalah teknik cell fusion yang dikembangkan oleh Sir Henry Harris. Pertanyaan yang diajukan oleh Sir Henry Harris sebenarnya sederhana. Apabila sel normal digabung (fusion) dengan sel tumor, apakah hasil fusion hybrid (gabungan) sel yang terjadi memiliki fenotip tumor atau normal? Ternyata, sel hasil fusi sel normal dan sel tumor tersebut memiliki fenotip sel normal. Dengan demikian, ilmuwan mengetahui adanya gen penekan tumor di dalam sel normal yang mampu menekan fenotip keganasan.

Teknik ini menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah riset kanker, karena memberikan kisi-kisi tentang keberadaan gen penekan tumor, seperti gen BRCA1 dan BRCA2, RB, p53 dan lainnya yang kini menjadi pengetahuan rutin dalam setiap buku ajar.

Dalam studi ini dibuktikan bahwa sel yang merupakan hybrid WI38 dengan sel HeLa, atau hybrid MRC5 dengan sel tumor, memberikan hasil sel hybrid yang kehilangan fenotip kanker.
Lini sel kanker serviks HeLa kehilangan kemampuan untuk tumbuh menjadi tumor ketika difusikan dengan lini sel normal WI-38 (Stanbridge and Wilkinson 1978)

Demikian pula, DNA "bayi" yang diklaim oleh penggiat antivaks yang dikhawatirkan bisa menimbulkan kanker, ternyata justru mampu menekan sifat tumor lini sel HeLa, lini sel kanker serviks! Jadi kekuatiran terhadap dampak keburukan kesehatan yang disebarluaskan oleh penggiat antivaks tidak memiliki dasar bukti ilmiah yang kuat.



d. Laporan ilmiah yang dipublikasi di Lancet tahun 1985 yang menunjukkan proteksi terhadap terjadinya penyakit seperti kanker dan penyakit autoimmune di usia dewasa pada anak2 sekolah yang pernah mengidap penyakit measles

Misrepresentasi publikasi di Lancet 1985 oleh penggiat antivaks yang mengesankan bahwa Measles baik buat tubuh

Di dalam video ini, Marcella Piper, seorang penggiat antivaks, juga mengangkat isu bahwa measles sebenarnya justru "bagus" buat anak-anak kita. Ia menunjukkan bukti publikasi studi prospektif dimana anak-anak yang terkena measles lebih terproteksi dari menderita penyakit seperti autoimmune dan kanker, dibandingkan dengan anak-anak yang tidak terkena measles. Jurnal Lancet yang mempublikasikan studi ini memang jurnal premier di bidang kesehatan. Dan Piper pun menunjukkan bahwa uji statistik antara dua kelompok anak2 ini menunjukkan bahwa perbedaan itu sangat mencolok dan kecil kemungkinan terjadi begitu saja. Bagi Piper, artikel ini menguatkan pendapat penggiat antivaks bahwa measles adalah penyakit yang "biasa-biasa" saja...

Piper dkk mungkin lupa, bahwa measles bisa menghasilkan komplikasi medis yang tidak biasa-biasa, seperti tuna rungu, encephalitis, dan ya kematian. Measles jelas tidak bagus buat anak-anak.


Apa yang sebenarnya diteliti oleh ilmuwan yang artikelnya dipublikasikan oleh Lancet?

Pertama, penelitian ini tidak ada hubungannya dengan "dampak" vaksinasi. Hal ini perlu jelas dulu di benak pembaca, karena video ini titik tekannya adalah vaksinasi. Lalu kenapa, Piper mengangkat paper ini? Karena dia ingin menunjukkan bahwa orang yang "tidak mengalami measles" justru akan mengalami banyak masalah kesehatan (termasuk kanker) dibanding dengan populasi yang pernah mengalami measles di masa muda mereka dulu.

Padahal yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah apakah ada dampak jangka panjang infeksi measles yang tidak menghasilkan penampakan klinis (seperti ruam kulit/rash). Hal ini bisa diketahui dari adanya antibodi anti virus measles di populasi yang tidak menampakkan gejala klinis. Berikut kutipan terhadap deskripsi populasi yang mereka pelajari:
Specific IgG antibody was detected in 53 out of 56 Gentofte individuals with a negative history of measles, and in all 59 controls.
Dari kutipan ini jelas memberikan informasi bahwa tujuan penelitian ini bukan untuk membuktikan bahwa Measles adalah baik buat anak2 kita, tetapi untuk meneliti apakah ada dampak lain dari infeksi virus measles ketika virus tersebut tidak menampakkan gejala klinis seperti ruam (rash). Dan data ini menunjukkan adanya dampak lain dari infeksi virus Measles seperti berbagai penyakit contoh
arthritis;  lupus erythematosus; constrictive pericarditis; thyroiditis sarcoidosis, seborrhoeic dermatitis, blast cell leukaemia, carcinoma of uterus, carcinoma of testis, dll.

Penelitian ini justru menunjukkan bahaya dari infeksi virus measles karena bisa menampakkan kerentanan penyakit di masa dewasa. Maka tidak heran peneliti di akhir laporannya menyatakan demikian:
Measles can be controlled by large-scale vaccination, and where this is employed successfully the frequency of non-measles associated disease should be considerably reduced. (terjemahan: Measles dapat dikendalikan melalui vaksinasi massal, dan apabila berhasil maka frekuensi kejadian penyakit lain selain measles dapat dikurangi)

Maka nampak sekali bias yang dilakukan oleh penggiat antivaks dalam melakukan misrepresentasi studi penelitian.

Dari berita whatsapp berikut komentar netizen setelah melihat videonya (saya tebalkan dalam bentuk bold dan dibawahnya saya berikan komentar saya), Nampak sekali dampak dari misinformasi yang disampaikan oleh Piper sehingga netizen bisa berkomentar seperti ini.

1. Dijelaskan juga oleh madam piper, dari jaringan2 fetus ini diambil selnya dan dibiakkan (cell lines), semakin sel berbiak (cell replicate) semakin sel menjadi karsinogenik utk resipient (anak yg divaksin).

Pak Ahmad: Lini sel yang awalnya memang berasal dari jaringan bayi seperti WI38 dan MRC5 masih stabil genomnya (diploid sel). Namun WI38 dan MRC5 bukanlah bagian dari virus untuk vaksin. Lini sel ini berfungsi sebagai bioreaktor. Kalaupun ada cemaran DNA dari WI38 atau MRC5, jumlahnya sangat sedikit. Bahkan dalam studi Padmanabhan 1987 dan Stanbridge 1978, mereka semua justru menunjukkan bahwa DNA WI38 dan MRC5 justru  mampu menekan lini sel kanker seperti HeLa!

2. dna si RA 27-3 ada di vaksin MMR dan jumlah dnanya 27 x lbh tinggi daripada limit yg ditentukan FDA yaitu 10 mg per dosis vaksin. Dna ini akan bercampur dengan DNA recipient (anak yg menerima vaksin) dan berefek kanker.

Pak Ahmad: Perlu kejelasan di sini bahwa RA273 adalah jenis rubela virus yang telah dilemahkan. Virus RA273 ditumbuhkan di lini sel WI38 (lini sel yang berasal dari hasil aborsi). Dalam proses vaksinasi, virus RA273 memang di injeksi ke tubuh, supaya daya tahan tubuh bisa menghasilkan antibodi dan reaksi imun. Jadi tidak ada pencampuran DNA! Melainkan infeksi partikel virus ke dalam tubuh. DNA yang penggiat antivaks maksud adalah DNA dari lini sel sebagai wadah produksi. Di atas saya sampaikan bahwa ada studi yang lebih elegan dimana DNA dari lini sel yang digunakan untuk produksi vaksin tidak memiliki gen penyandi kanker, dan bahkan mampu menekan kanker ketika di transfeksi ke sel kanker dan menghambat pertumbuhannya.

3. masalah tercampurnya dna janin dengan dna recipient telah lama menjadi concern FDA sejak tahun 2005 dan belum ada penyelesaian.

Pak Ahmad: Di sinilah kepalsuan dari penggiat antivaks. FDA tidak kuatir dengan lini sel WI38 dan MRC5 yang merupakan bioreaktor vaksin yang sudah mapan digunakan oleh berbagai produser vaksin. Silahkan lihat kembali dokumen FDA yang dicatut oleh penggiat antivaks:

Demikianlah yang bisa saya sampaikan, mudah2an bisa bermanfaat. Sebagaimana ayat Quran yang mengingatkan untuk menyatakan apapun berdasarkan bukti: Qul hatu burhanukum in kuntum shadiqeen

Wallahu a'lam bi ash showwab

#PakAhmad

Referensi:

https://medium.com/@visualvaccines/why-dr-suzanne-humphries-an-anti-vaccine-activist-is-lying-to-you-about-measles-ce446d0a7e0f
https://sciencebasedmedicine.org/aborted-fetal-tissue-and-vaccines-combining-pseudoscience-and-religion-to-demonize-vaccines-2/
https://www.fda.gov/downloads/biologicsbloodvaccines/guidancecomplianceregulatoryinformation/guidances/vaccines/ucm202439.pdf
Sheng-Fowler L1, Lewis AM Jr, Peden K., Issues associated with residual cell-substrate DNA in viral vaccines.https://doi.org/10.1016/j.biologicals.2009.02.015 Biologicals. 2009 Jun;37(3):190-5.
Padmanabhan et al, Specific Growth Inhibitory Sequences in Genomic DNA from
Quiescent Human Embryo Fibroblasts MOLECULAR AND CELLULAR BIOLOGY, May 1987, p. 1894-1899
E J Stanbridge, J Wilkinson. Analysis of malignancy in human cells: malignant and transformed phenotypes are under separate genetic control Proceedings of the National Academy of Sciences Mar 1978, 75 (3) 1466-1469; DOI: 10.1073/pnas.75.3.1466
Rønne T. Measles virus infection without rash in childhood is related to disease in adult life. Lancet. 1985 Jan 5;1(8419):1-5.
https://almanhaj.or.id/4096-bedah-mayat-dalam-tinjauan-hukum-islam.html


-----------------------------Berita dibawah ini berasal dari edaran Whatsapp yang mengedarkan video mempromosikan vaksinasi menyebabkan kanker----------------------------------

Mulai dari video madam piper yg gencar menyuarakan bahaya vaksin..

Dalam videonya ini si madam bercerita ttg human diploid cell yg jd media pembiakan sell dan bahaya tercampurnya DNA janin yg diaborsi itu dengan DNA recipient (anak2 penerima vaksin). Video bisa ditonton disini : https://www.youtube.com/watch?v=dlqFQLLOTEU&feature=youtu.be

Video berdurasi setengah jam itu udah bikin hati dag dig dug plus merinding bulu tengkuk..

Diterangkan oleh madam piper bahwa sel janin yg digugurkan berasal dari aborsi yg dilakukan di swedia tahun 1960 ( saat itu aborsi dilarang di amrik).

Cara aborsi :
untuk janin berusia 14-16 minggu : kepala bayi dijepit klamp, diarahkan ke mulut rahim, kepala janin dibolongin, otak bayi disedot keluar.
Untuk janin berusia 16-21 minggu : rahim ibu diinjek prostaglandin yg berakibat terjadi kontraksi, bayi lahir hidup, dalam keadaan hidup tanpa anestesi perut bayi disobek dan diambil hati dan ginjalnya

Uraian ini bisa dibaca di buku Dr Peter Mccullough : the fetus as transplant donor

ini di menit ke 6.40 ya mb Riski Amelia

Untuk vaksin rubella, dikisahkan tahun 1960 terjadi rubella outbreak di amrik, Untuk mendapatkan virus rubella sbg bahan vaksin, dokter blg ke 27 wanita hamil bhw mereka terinfeksi rubella dan janinnya akan lahir cacat. 27 wanita ini lalu mengaborsi janinnya dan ternyata dr 27 wanita yg kena rubella cuma 1 janin dan janin itu (jaringan tubuh si bayi dinamakan RA 27-3) yg jd cikal bakal vaksin rubella yg terus dipake sampe saat ini:

Baru2 ini cina memiliki jaringan janin baru yg diperoleh dari pengguguran 9 janin yg dinamakan walvax 2 utk pembuatan vaksin. jd vaksin2 dari cina menggunakan cell line ini.

Masalahnya :
1. Dijelaskan juga oleh madam piper, dari jaringan2 fetus ini diambil selnya dan dibiakkan (cell lines), semakin sel berbiak (cell replicate) semakin sel menjadi karsinogenik utk resipient (anak yg divaksin).

2. dna si RA 27-3 ada di vaksin MMR dan jumlah dnanya 27 x lbh tinggi daripada limit yg ditentukan FDA yaitu 10 mg per dosis vaksin. Dna ini akan bercampur dengan DNA recipient (anak yg menerima vaksin) dan berefek kanker.

3. masalah tercampurnya dna janin dengan dna recipient telah lama menjadi concern FDA sejak tahun 2005 dan belum ada penyelesaian.

yg saya pikirkan : hereditary dna tiap org berbeda2 krn epigenetik. kita tahu dna terus berubah sesuai lingkungannya dan dna mudah sekali rusak. iya kalo dna si janin itu sehat, kalo dnanya byk mutasinya gimana? lalu bercampur dengan dna anak saya? pantas FDA mempermasalahkan hal ini krn menyangkut security vaksin.

Berikut adalah video jual beli organ tubuh janin. jual beli organ janin biasa dilakukan di amrik dan pembelinya adl pihak2 yg berkepentingan dengan penelitian/farmasi (untuk kepentingan pembuatan obat atau vaksin atau penelitian biologi).

melihat cara2 pengambilan organ bayi, pengguguran janin, pantes biofarma nggak berani ngasi ke mui.. nggak etis dan nggak bermoral (inget dokter nyuruh gugurin kiki dan saat itu dia udah berujud seorg anak. ya Allaaah.. alhamdulillah Kau kuatkan aku 😭)

Komentar

Postingan Populer