Kanker Payudara: Mampukah Mencegah Nasib?

Kanker Payudara: Apakah Nasib Harga Mati?   

Seorang penyintas kanker payudara pernah bertanya mengapa ia terkena kanker padahal ia sudah menjalani pola hidup sehat, rutin yoga dan konsumsi makanan rendah kalori. Jangan salah, dia tidak menyalahkan Tuhan kok, dan sudah berdamai dengan kenyataan, meski memang masih menyisakan satu pertanyaan. Mengapa? 



1 dari 8 wanita akan terkena kanker payudara dalam masa hidupnya


Dalam kurun dua tahun terakhir, tepatnya antara 2015 dan 2017 terjadi perdebatan sengit antara dua laboratorium besar di dunia, yang dipimpin Yusuf Hannun (Stony Brook, New York USA) vs. Bert Vogelstein (Johns Hopkins School of Medicine, Baltimore USA). Polemik hebat dua peneliti senior kanker ini dimuat di dua jurnal ilmiah bergengsi, Science dan Nature. Yusuf Hannun adalah peneliti kanker yang sangat tertarik tentang peran lingkungan terhadap terjadinya kanker. Sedangkan Bert terkenal karena memetakan jalur mutasi genetik yang berujung kepada terjadinya kanker kolon. Inti perdebatan mereka adalah: Mana yang lebih berperan utama dalam mencetuskan kanker: Lingkungan atau.. Nasib. Benar, anda tidak salah baca, “Nasib”. Lebih tepatnya adalah “Bad Luck” sebagai penjelasan terhadap istilah “Replicative Error”. 

Kenapa sampai demikian ribut? 

Sampai-sampai para ilmuwan terbelah menunjukkan keberpihakan terhadap masing-masing kubu, New York vs Baltimore. Yang diributkan adalah implikasi pernyataan Bert Vogelstein dan postdocfellownya Tomasetti di paper Science mereka bahwa mayoritas kanker terjadi karena “Bad Luck” alias Nasib. Kalau benar bahwa kanker terjadi (penyebab utamanya) adalah nasib, maka untuk apa upaya pencegahan dan hidup sehat? Toh kanker terjadi tidak ada bedanya dengan Russian Roullette?  

Tafsir ini tidak diterima oleh Yusuf, dan dia melontarkan paper bantahan di Nature dan membuktikan bahwa faktor lingkungan berperan penting. Dia contohkan, salah satunya, bahwa resiko atau frekuensi terjadinya kanker payudara pada wanita Jepang yang tinggal di Jepang di era 1970an berbeda dengan dengan wanita Jepang yang tinggal di Hawaii (amerika). Di era 1990an,  frekuensi terjadinya kanker payudara wanita Jepang  yang tinggal di Hawaii sudah menyamai frekuensi kanker payudara wanita Amerika lainnya di Hawaii. Ini salah satu bukti bahwa ‘Nasib” bisa berubah tergantung dari Pola Hidup dan lingkungan dimana mereka tinggal.  


Epidemiologi Kanker Payudara dari sisi etnik dan lingkungan. Insiden kanker payudara wanita jepang berbeda dengan wanita Amerika tergantung geografi. Wanita Jepang yang tinggal di Amerika memiliki resiko lebih tinggi daripada wanita Jepang yang tinggal di Jepang. (Peto 2001)


Lalukenapa Vogelstein dan Tomasetti bisa mengatakan “Nasib” lebih penting? 

Dalam berbagai buku ajar diketahui bahwa kanker adalah penyakit genetik. Hanya saja, 'genetik' ini tidak berarti bahwa mayoritas penderita kanker payudara memiliki riwayat keturunan. Faktanya, 80-90% penderita kanker payudara tidak memiliki riwayat keluarga. Yang dimaksud dengan kanker sebagai penyakit genetik adalah setiap kanker adalah akibat akumulasi mutasi genetik.

Untuk menjadi sel kanker, sel normal harus mengakumulasi banyak mutasi gen. Secara umum diperlukan 6 gen yang termutasi, itupun dengan kombinasi gen yang tepat. Artinya untuk menjadi kanker, mutasi gen mutlak terjadi. Namun, mutasi gen an sich tidak cukup, dalam bahasa genetik: necessary, but not sufficient. Meskipun mutasi gen adalah prasyarat utama tapi tidak cukup. Sel yang termutasi banyak gen-nya tadi, juga harus eksis dalam jumlah banyak. Apa saja yang menyebabkan jumlah sel menjadi banyak? Radang, iritasi, dan paparan hormon adalah contoh sederhana, dimana faktor ini tidak menyebabkan mutasi, namun bisa memperbanyak sel yang telah mengakumulasi banyak mutasi gen. Apakah ini cukup untuk menjadikan kanker? Masih ada satu lagi, daya tahan tubuh, yaitu sistem imunitas yang berpatroli di sekujur tubuh mengenali dan melenyapkan ‘sel-sel asing’ atau cikal bakal kanker. Kenapa sel imunitas bisa mengenalinya, karena mutasi banyak gen akan merubah profil protein dan perbedaan protein normal dan asing menjadi tanda perubahan yang bisa dikenali. 

Semua mahasiswa biomedis pasti mempelajari bahwa Kanker terjadi melalui tahapan Multistep Tumorigenesisdimana ada dua tahap yang harus dilalui 
  • Tahap Inisiasi 
  • Tahap Promosi 
Mutasi gen terjadi di tahap inisiasisedangkan proliferasi dan lemahnya daya tahan tubuh merupakan bagian dari tahap promosi 
Kembali ke perdebatan Vogelstein vs HannunPertanyaannya adalah darimana mutasi gen itu terjadi 
Mutasi gen bisa berasal dari dua sumberintrinsik dan ekstrinsikSumber mana yang lebih dominan penyebab mutasi gen, sumber intrinsik atau sumber ekstrinsikatau kombinasi di antara 
keduanya? 

Mutagen (zat penyebab mutasi) sumber intrinsik 

Apa contoh sumber intrinsik yang bisa menimbulkan mutasi gen? Pewarisan mutasi gen dari keluarga yang memiliki riwayat keluarga kanker di anggota keluarganya. Hanya saja mutasi akibat warisan gen ini berkontribusi kurang dari 5-10% dari total penderita kanker saja. Namun bagi mayoritas manusia, seperti saya misalnya, faktor intrinsik lain penyebab mutasi gen adalah radikal bebas yang terjadi sebagai konsekuensi metabolik dalam upaya untuk memproduksi energi ATP, sehingga kita masih bisa menulis status di Fesbuk, misalnya. Jadi radikal bebas tidak bisa dihindari, mutagen umum ini ada bersama kita sebagai konsekuensi kehidupan. Selain radikal bebas ada lagi? Ada, yaitu Replication Error (atau “Faktor R” alias Bad Luck) menurut Vogelstein dan Tomasetti.  


Replicative Error adalah kerusakan DNA akibat kekeliruan alami yang dilakukan oleh enzim perbanyakan DNA. Kekeliruan yang luput diperbaiki oleh sistem perbaikan DNA akan diwariskan ke generasi sel berikutnya dan berpotensi menimbulkan resiko kanker. (Pray 2008)


Mutagen sumber ekstrinsik 

Lalu apa contoh sumber ekstrinsik penyebab mutasi pada gen/DNA?  
Polusi, asap rokok, asap kayu bakar (wood smoke), infeksi virus penyebab kanker (HPV, HCV, EBV), radiasi nuklir akibat bom atom maupun paparan radiologisinar UV matahari adalah contoh penyebab mutasi (mutagen) dari sumber ekstrinsik 

Kita tahu bahwa Allah ta’ala menciptakan manusia dengan seperangkat sistem yang khas. Dan sistem itu bisa salah. Dalam upaya perbanyakan atau pembelahan sel, DNA kita yang tersusun dalam genom tentu harus diperbanyak dan dibagi secara identik antar dua sel baruSiswa SMA pun tahu proses mitosis (pembelahan seldimana sel tidak hanya menjadi duatetapi konten genom DNA nya pun harus dibagi duapersis, dan bacaan atau urutan DNA-nya pun tidak boleh keliru 

Lalu bagaimana replication error bisa terjadi? Ini bisa terjadi ketika mutasi akibat radikal bebas tidak diperbaiki oleh sistem perbaikan DNA. Di dalam setiap sel ada sekelompok gen yang menyandi sekumpulan protein atau enzim yang bertugas melakukan perbaikan DNA. Maka sebelum saya makan, saya ucapkan bismillah, dan saya tambahkan,” Ya Allah mudahkanlah enzim perbaikan DNA saya dalam bekerja sehingga mereka berhasil memperbaiki semua mutasi DNA akibat radikal bebas. “ Doa yang cukup panjang, tapi bermakna in syaa Allah. 

Radikal bebas dan pewarisan mutasi gen dari keluarga baru dua contoh sumber intrinsik. Ada sumber intrinsik yang ketiga, dimana enzim yang memperbanyak DNA atau disebut DNA polymerase melakukan ‘salah ketik’ alias typo. Kita perlu apresiasi bahwa proses pembelahan sel mamalia seperti kita hanya perlu kurun waktu 18-24 jam. Dalam kurun waktu tersebut, enzim DNA polymerase harus menggandakan 3 milyar huruf DNA. Dalam upaya penggandaan tersebut wajar dong kalau terjadi salah ketik. Apalagi tingkat kesalahannya ‘cukup bagus’ sekitar 1 dari 1 juta. Namun dalam konteks genom, kesalahan ketik 1 huruf per sejuta, masih menyisakan salah ketik sebanyak 3,000 huruf DNA (alias mutasi)! Maka sistem perbaikan DNA menjadi penting. Bayangkan apabila seseorang mewarisi mutasi gen yang ternyata menyandi sistem perbaikan DNA itu sendiri, bisa dibayangkan penumpukan mutasi yang tidak bisa diperbaiki secara sempurna.  

Apakah pengawasan proses pengetikan (atau tepatnya penggandaan) DNA genom sudah cukup? 

Belum, masih ada proses pemisahan DNA genom ke dua sel di fase final mitosis. Ternyata proses ini pun masih bisa keliru. Walhasil ada sel yang tidak menerima genom yang utuh, entah kelebihan atau kekurangan. Padahal keseimbangan jumlah gen itu penting ada dosisnya. Kalau ada DNA atau gen yang hilang, maka bisa jadi menghilangkan gen yang fungsinya menekan tumor. Kalau terjadi kebanyakan (gen overdosis) maka bisa menjadi onkogen (gen pemicu tumor).  

Faktor R (Nasib) dalam Kanker Payudara 
Gambar pertama dan kedua di sisi kiri menggambarkan sumber zat penyebab mutasi yang berasal secara intrinsic, yaitu dari pewarisan mutasi dari orang tua (warna merah jambu muda, paling kiri, minoritas pasien), dan dari kekeliruan replikasi DNA atau Faktor R. Pada kanker payudara, Faktor R nampak lebih dominan (merah menyala gambar tengah) ketimbang zat penyebab mutasi dari ekstrinsik atau lingkungan (merah mudah gambar paling kanan). Maka penting diupayakan bagi para wanita untuk melakukan pencegahan untuk mengenali kanker sedini mungkin. Sumber: Tomasetti et al 2017

Menurut Vogelstein dan Tomasetti, faktor R (alias Nasibmencakup resiko “salah ketik” dalam proses perbanyakan DNA dan kendali mutu pengawasannyaIni terlepas dari yoga rutin atau konsumsi makanan sehat. 
Untuk mengilustrasikannya, mereka menggunakan data terkait aktifitas proliferasi stem-cell pada usus halus dan pada usus besar. Diketahui dari data epidemiologi, bahwa insiden kanker usus halus jauh lebih jarang dari kanker usus besar. Kenapa? Bukankah asupan makanan dari luar (dari lingkungan dimana makanan Barat disantap) memaparkan mutagen yang sama baik kepada usus halus dan usus besar? Kuncinya ternyata bukan karena mutagen akibat faktor ekstrinsik (lingkungan) tetapi karena aktifitas proliferasi sel, tepatnya sel punca (stem-cell) empat kali lebih tinggi di usus besar ketimbang usus halus. Maka semakin tinggi potensi proliferasi (atau perbanyakan) stem cell, maka semakin rentan untuk mengakumulasi mutasi, sehingga faktor R menjadi lebih dominan. Artinya,  stemcell normal usus halus memilki faktor R yang lebih rendah ketimbang stemcell normal usus besar. 

Dengan analogi lain seseorang yang sering mengendarai mobil tentu akan memiliki kemungkinan kecelakaan mobil lebih tinggi ketimbang seseorang yang jarang sekali mengendarai mobil. Hal ini karena faktor R yaitu kesalahan dalam mengemudi mobil akan Nampak ketika ia sering berkendara. Perkara kecelakan mobilnya fatal atau minor, itu masalah lain tentunya. 

Dan jaringan payudara juga tergolong rentan dengan terjadinya faktor RKenapa payudara? 

Dalam paper ini yang menggunakan model matematika yang kompleks, Tomasetti sebagai matematikawan, mengkorelasi Faktor R dengan jaringan tubuh yang memiliki aktifitas proliferasi sel punca (stem cell) yang tinggi, dan payudara adalah salah satunya. Kita tahu, resiko seumur hidup seorang wanita untuk terkena kanker payudara adalah sekitar 10-12%. Dengan kata lain, 1 dari 8 wanita akan mengalami kanker payudara dalam hidupnya. Di sisi lain, resiko seorang pria terkena kanker payudara adalah kurang dari 1%, atau 1 dari 1,000 pria akan mengalami kanker payudara. Kenapa demikian, karena sel punca payudara pada wanita lebih aktif daripada sel punca payudara pria. Padahal baik pria dan wanita, payudara mereka terpapar mutagen radikal bebas yang sama, dan juga sama2 memiliki enzim polymerase DNA yang sama, dengan tingkat kesalahan ketik yang sama.  


Kobayashi S, Sugiura H, Ando Y, et al. Reproductive history and breast cancer risk. Breast Cancer. 2012;19(4):302-8. 


Kenapa demikian, karena sel punca (atau stem-cell) pada payudara lebih aktif karena secara biologis payudara wanita harus selalu siap berproliferasi memperbanyak dirinya untuk “berubah” (istilah biologisnya adalah berdiferensiasi) menjadi dan membentuk kelenjar yang memproduksi susu untuk bayi. Proliferasi ini dipicu oleh hormon yang rutin diproduksi secara berkala, dimana wanita mengetahuinya sebagai ‘datang bulan’ atau siklus menstruasi. Maka meski pria dan wanita memiliki paparan terhadap mutagen intrinsik (radikal bebas, salah ketik) dan mutagen ekstrinsik (asap rokok, polusi) , stem-cell payudara wanita lebih rentan untuk mengakumulasi mutase gen dalam hidupnya. Maka terjadinya mutasi akibat faktor R (nasib) menjadi relatif lebih dominan pada payudara wanita.  

Hal ini berbeda dengan kanker serviks atau kanker paru, dimana Faktor R tidak berkontribusi banyak. Pencetus kanker serviks adalah infeksi HPV (human papilloma virus). Sedangkan rokok adalah sumber zat mutasi ekstrinsik yang dominan pada kanker paru. Maka HPV dan rokok adalah sumber ekstrinsik yang bisa menimbulkan mutasi gen. Infeksi HPV dianggap berbahaya ketika DNA HPV telah menyisip pada genom manusia sehingga merusaknya (mutasi pun terjadi). Rokok dengan komponen benzopyrene menimbulkan rekam jejak mutasi yang khas pada sel epitel paru yaitu mutasi jenis transversi.  

Maka tidak heran bahwa kanker serviks sangat jarang terjadi pada biarawati, karena para biarawati tidak melakukan hubungan seksual selama hidupnya. Sementara itu, HPV akan menginfeksi wanita yang sedang dan telah berhubungan seksual. Demikian juga kanker paru bisa ditekan ketika konsumsi rokok dalam masyarakat dihapus. Dengan demikian, pola pencegahan melalui vaksinasi HPV, papsmear dan/atau deteksi HPV serta pengendalian rokok merupakan upaya untuk menangkal mutagen yang berasal dari sumber ekstrinsik. 

Implikasi faktor R (replication error/bad luck) dalam konteks kanker payudara 

Ketika Vogelstein dan Tomasetti menyampaikan bahwa kanker payudara lebih dominan dicetuskan oleh R (nasib), muncul perdebatan sengit dimana Yusuf Hannun “menuduh” ada potensi penafsiran berbahaya dimana upaya pencegahan dan melakukan pola hidup sehat tidak ada gunanya. Toh tinggal menunggu nasib. Sebagai peneliti senior yang mempelajari mekanisme terjadinya kanker akibat mutasi yang disebabkan faktor ekstrinsik, Yusuf Hannun memang sangat gigih dalam melawan opini ‘Nasib’. Namun terlepas dari faktor mana yang lebih dominan dalam menyebabkan mutasi, ekstrinsik atau intrinsik mungkin perlu data yang lebih cermat dalam penelitian mendatang. Contohnya, tingkat proliferasi stem cell pada tiap jaringan memang tidak mudah, dan variasi antar organ pun masih memiliki faktor ketidakpastian.  
Namun, Vogelstein menjelaskan bahwa ketika Faktor R adalah dominan, maka akan ada dua implikasi. 

Pertamaperlu adanya upaya deteksi dini untuk menangkap rangkaian mutasi yang terjadi pada payudara seawal mungkin. 

Kedua, perlu adanya upaya pencegahan supaya faktor ekstrinsik tidak menambah beban mutasi pada stem cell payudara yang sudah banyak harus menanggung akumulasi mutasi. 

Maka asap rokok, dan faktor promosi seperti hormon dan konsumsi minuman keras perlu “dicegah”. Studi epidemiologi sendiri menunjukkan bahwa merokok dan/atau konsumsi minuman keras bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.  
Tapi bagaimana dengan ‘mencegah’ hormonBukankah siklus hormon pada wanita adalah bagian dari hidupnya sebagai wanita? 
Mencegah NasibBelajar dari Kanker Payudara di Jepang 

Kembali ke kisah wanita Jepangada perbedaan resiko terjadinya kanker payudara di generasi yang berbeda di JepangSecara umumgaya hidup Barat menjadi kambing hitamnya, mutagen sumber ekstrinsik adalah jawabannya
Diperkirakan jumlah penderita kanker payudara di Jepang akan terus meningkat karena dua hal. Data sensus di Jepang menunjukkan usia seorang wanita memiliki anak pertama semakin tua (bulat solid merah, di tahun 1960an usia wanita melahirkan anak pertama di usia 24 tahun, sedangkan di tahun 2010 mendekati usia 30 tahun. Demikian pula persentasi anak pertama yang lahir juga semakin meningkat yaitu hampir 25%. 
Namun dengan pendekatan Vogelstein dan Tomasetti, kita bisa memahami interaksi antara sumber intrinsik dan sumber ekstrinsikdimana keduanya berkontribusi. 

Kapan pertama kali mens? 

Jauh sebelum stem-cell ditemukan, para ilmuwan epidemiologi mulai melihat bahwa mayoritas faktor yang mencetuskan kanker payudara adalah terkait gaya hidup Barat. Tapi apakah gaya hidup maksudnya pola konsumsi makanan Barat yang kolesterol tinggi, serat rendah, sedikit sayur, banyak daging dan minum minuman keras? Hal itu juga iya, tapi itu semua adalah faktor eksternal yang masuk ke tubuh. Yang kurang disadari justru adalah kisah reproduksi seorang wanita yang diawali dengan,” Kapan mens pertama?” 

Untuk memenuhi prediksi nasib, kita perlu memahami, bahwa akumulasi mutasi gen itu seperti bara api dalam sekam, tapi tidak akan berkobar apabila tidak disiram bensin. Akumulasi mutasi gen tersebut tetap terisolasi selama sel yang mengalaminya tidak dipicu untuk berproliferasi atau memperbanyak diri. Maka ketika seorang wanita, mengalami mens pertama di usia dini dan menjalani menopause di usia yang sangat lanjut, dan dalam rentang selama itu ia tidak pernah hamil dan menyusui maka dalam rentang selama itumaka ia memiliki resiko tinggi untuk mendapatkan kanker payudara. Disini biarawati yang tidak menikah sama sekali, meski terbebas dari ancaman kanker serviks, mereka rentan terkena kanker payudara (Kent 2012).
  
Sisi lainnyasemakin terlambat ia mengalami mens pertama (misalnya di atas 12 tahun) semakin kecil resikonya mengalami kanker payudara 

Kapan punya anak? 

Semakin muda seorang wanita memiliki anak, dan anak yang banyak, dan setiap anaknya ia susuimaka resiko kanker payudara  lebih rendah ketimbang wanita yang menunda kehamilan dan tidak menyusui anaknya sendiri 

Apa yang sebenarnya terjadi 

Ketika seorang wanita mulai mens pertama kali, disitulah siklus hormon mulai berlangsung, dan siklus berakhir ketika menopause. Akibat paparan siklus hormon tersebut, stem-cell payudara pun aktif memperbanyak dirinya untuk menyiapkan generasi sel payudara yang akan berdiferensiasi menjadi sel produser susu. Menurut ilmu biologi sel, sel yang telah berdiferensiasi tidak mudah untuk memperbanyak diri. Karena sel yang telah berdiferensiasi sangat khusyu dalam menjalankan tugasnya: menyiapkan infrastruktur untuk produksi susu. Mereka tidak lagi focus untuk memperbanyak diri, apalagi jalan-jalan. Produksi susu titik.  

Maka bisa dibayangkan ketika seorang wanita memiliki paparan yang Panjang dengan siklus hormone, maka stem cellnya akan aktif untuk memperbanyak dirinya. Di saat yang sama, semakin sering stem-cell berproliferasi (memperbanyak diri) maka semakin sering ia melakukan ‘salah ketik’ (terjadilah faktor R) akibat paparan radikal bebas rutin, kesalahan ketik DNA polymerase, dan keliru bagi sel dalam mitosis. Akumulasi mutasi terus menerus inilah yang membuat sel mulai berubah dari normal menjadi sel yang tidak mau lagi berfungsi sebagai produser susu. Dengan sifat baru yang ia miliki (akibat mutasi gen yang banyak sekali) ia kini mampu untuk menginvasi wilayah sekelilingnya (menjadi kanker) dan mulai bergerak jalan-jalan ke jaringan nun jauh disana dan membuat koloni baru (metastasis). 

Ketika mens adalah faktor resiko yang tidak bisa dicegahmaka pertanyaannya bagaimana dengan kehamilan dan menyusui? 

Peran Gaya Hidup Barat 

Pola wanita modern tidak hanya terlihat dari busana yang dikenakan ataupun makanan yang ia konsumen. Seperti halnya wanita Jepang yang dulu berkimono kini ber-tanktop, dulu sering konsumsi kedelai kini cepat-saji.  Dalam kurun beberapa decade terakhir ada trend bahwa usia terjadinya mens pertama kali semakin muda. Menurut para ahli mungkin disebabkan karena otak yang terstimulasi dengan pengaruh social seperti paparan tontonan dewasa sejak kecil dan juga gizi yang lebih baik sehingga timbunan lemak yang tinggi mulai memproduksi hormone. Namun bagi para wanita dewasa, dimana sejak era 80-an wanita mulai banyak memasuki lapangan pekerjaan ada beberapa observasi menarik: penundaan kehamilan, jumlah anak sedikit, dan tidak menyusui. Kehamilan yang sering dan aktifitas menyusui adalah proses biologis yang mendorong stem-cell untuk melakukan proses differensiasi . Dengan demikian, proses proliferasi bisa di-istirahatkan sehingga sel bisa melakukan tugasnya seperti produksi susu. Maka semakin sering hamil, anak yang banyak, dan menyusui selama 2 tahun akan membuat proses ‘istirahat’ akan menjadi lama. Hal ini seperti seorang supir kendaaraan yang mengambil cuti yang lama sekali. Karena lama dia tidak mengendarai kendaraan, maka tentu kemungkinan dia melakukan kesalahan yang berakibat kecelakaan tentu rendah. Bandingkan dengan supir yang tidak pernah cuti bahkan bekerja overtime kalau perlu, maka faktor R kita tadi akan bermunculan.  

Lalu bagaimana menyikapi Faktor R alias Nasib? 

Menilik dari sifat biologis payudara wanita, memang faktor R sebagai faktor mutagen intrinsic pada stem-cell tidak bisa dihilangkan total. Produksi radikal bebas, kesalahan ketik, dan salah bagi sel adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Demikian juga kapan mens pertama kali juga tentu sulit dikendalikan. Hanya saja, perubahan gaya hidup dimana dunia kerja menuntut wanita untuk menunda pernikahan, ditambah umur mens yang semakin muda, membuat wanita harus lebih aware mengenai dirinya. Pengetahuan ini tidak berarti bahwa wanita dilarang berkontribusi dalam masyarakat. 

Dalam pandangan Islam misalnya, wanita –dan pria-- tentu wajib untuk menuntut ilmu. Dan bagi sebagian wanita yang memiliki bakat dan keahlian khusus memang bisa berkontribusi dalam dunia pekerjaan. Hanya saja, wanita tidak selalu wajib bekerja dan jangan posisikan mereka sebagai tulang punggung keluarga. Adalah para suami yang perlu mengayomi para isterinya dan memahami kerentanannya.  Organ reproduksi wanita juga perlu istirahat. Ia memiliki faktor R payudara lebih tinggi daripada payudara pria.  

Credit Photo Soya Bear


Referensi: 
Cristian Tomasetti1,2,*, Lu Li2, Bert Vogelstein3,* Stem cell divisions, somatic mutations, cancer etiology, and cancer preventionScience  24 Mar 2017: Vol. 355, Issue 6331, pp. 1330-1334 DOI: 10.1126/science.aaf9011 

Song Wu, Wei Zhu, Patricia Thompson & Yusuf A Hannun. Evaluating intrinsic and non-intrinsic cancer risk factorsNature Communicationsvolume 9, Article number: 3490 (2018) | 

Debate reignites over the contributions of ‘bad luck’ mutations to cancer. https://www.sciencemag.org/author/jennifer-couzin-frankel 

Kent, A. Nuns and contraceptives. Rev Obstet Gynecol. 2012;5(3-4):e166-7.

Kobayashi S. Reproductive history and breast cancer risk.  2012 Oct;19(4):302-8. doi:10.1007/s12282-012-0384-8. 

Peto J(1). Cancer epidemiology in the last century and the next decade Nature. 2001 May 17;411(6835):390-5.
Pray, L. (2008) DNA Replication and Causes of Mutation. Nature Education 1(1):214

 #pakahmad



Komentar

Postingan Populer